AI dan Masa Depan Penelitian Pendidikan
Bagaimana memposisikan AI dalam penelitian pendidikan? Apa masalah utamanya? Apa peran UNY dalam hal ini?

Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan saat ini sedang berusaha merevolusi semua sektor kehidupan, termasuk pendidikan. Bahkan, kita telah menemukan istilah AIED sebagai salah satu topik khusus yang menarik dalam dunia pendidikan.
AIED (Artificial Intelligence in Education) adalah topik yang membahas bagaimana kecerdasan buatan digunakan dalam lingkungan pendidikan 1. Baru-baru ini, tren penelitian tentang AIED meningkat signifikan, selaras dengan perkembangan AI yang sangat drastis akhir-akhir ini.
Sebagai seorang akademisi yang hidup dalam dunia pendidikan, pernahkan kita bertanya: “Bagaimana masa depan penelitian pendidikan di tengah gempuran AI?”
Masalah Utama
Lahir dan berkembangnya AI, membuat seseorang bisa mengembangkan ide tanpa harus berkontemplasi dan membuat karya tulis tanpa menulis. Bayangkan, dua hal itu adalah bagian paling dominan dari penelitian. Sedangkan AI bisa melakukannya.
Coba kita lihat dari semua tahapan penelitian secara umum:
- Identifikasi masalah, AI bisa melakukannya
- Studi literatur dan dasar teori, AI sangat bisa melakukannya
- Merumuskan hipotesis, AI bisa melakukannya
- Menentukan metode penelitian, AI bisa melakukannya
- Menyusun instrumen penelitian, AI bisa melakukannya
- Mengumpulkan data, tergantung jenis data-nya
- Analisis data, AI jagonya
- Menarik kesimpulan, AI bisa melakukannya
- Menyusun laporan, AI jagonya
Hampir semua tahapan penelitian bisa di-handle oleh AI. Kalau tidak percaya, masuk saja ke ChatGPT, ketik prompt ke ChatGPT untuk melakukan semua tahapan penelitian itu. Khusus analisis tahap ‘mengumpulkan data’ coba perintahkan ChatGPT untuk menaipulasi atau mengarang data, pasti juga bisa!
Tentu ini masalah serius! Ya, AI memang sangat membantu pendidikan dalam mendukung kegiatan belajar mengajar, melakukan tugas administratif, dan pembuatan konten pendidikan 2. Namun, kita tidak boleh lalai dan terpedaya bahwa AI ini sangat mengancam kualitas penelitian pendidikan.
Dengan bantuan AI, mahasiswa, dosen, dan peneliti bahkan bisa dengan gampang melakukan manipulasi data. Mereka yang malas berpikir dan menulis, akhirnya menyuruh ChatGPT untuk membuat karya tulis ilmiah mereka. Faktanya, sekarang AI sudah bisa meniru bahasa manusia hingga 85% bahkan lebih 3.
Dimana Letak Kesalahannya?
Apakah semua itu salah? Toh emang sudah zamannya kok sekarang semuanya pake AI…
Menggunakan alat apapun untuk melancarkan penelitian bukanlah tindakan yang salah. Menjadi salah bila alat itu sudah masuk pada taraf merusak kualitas penelitian. Kita boleh menggunakan AI untuk analisis data, tapi kita tidak boleh membiarkan AI menyetir proses penelitian kita. Apalagi sampai menggunakan AI untuk memanipulasi data.
“Menulis karya ilmiah dengan AI, apakah salah?”
Salah dan benar adalah tentang kebijakan universitas. Kami lebih tertarik membahas, “Apakah tindakan tersebut layak atau pantas dilakukan oleh seorang akademisi?”
Pantaskah seorang akademisi menyajikan penelitian hasil buatan GenAI seperti ChatGPT atau Deepseek? Padahal, ia mencantumkan namanya sebagai author.
Berdasarkan kamus Oxford, author adalah penulis buku, artikel atau dokumen. Wikipedia saja mengartikan author sebagai “pencipta sebuah karya asli yang telah diterbitkan”. Ada kata “asli”. Nah, apakah hasil buatan AI dengan prompt yang kita buat bisa disebut karya asli?
Kami rasa tidak.
Sebab, karya asli atau ciptaan harus orisinal. Dimana, orisinal adalah label dari buah pikir atau artefak pemikiran yang melekat pada manusia, bukan mesin. Dengan begitu, menampangkan diri sebagai author pada karya buatan AI adalah tindakan yang tidak pantas.
Universitas seharusnya tegas dengan menerbitkan aturan-aturan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan mahasiswa dan dosen dalam penggunaan AI. Aturan umum penggunaan AI sudah diterbitkan oleh Direktorat Pembelajaran Kemahasiswaan (Kemdikbud):
Mengubah Pandangan Terhadap AIED

Kami tidak mengajak pembaca untuk anti terhadap AI, tidak juga mengajak pro terhadap penyalahgunaan AI. Kita harus mengubah pola pikir kita terhadap AI untuk tidak terlalu ekstrem untuk pro maupun kontra. Kita harus seimbang; dinamis dan namun tetap idealis.
Selagi AI tidak merusak esensi sebuah penelitian pendidikan, kami rasa tidak ada masalah.
Misalnya, AI untuk analisis data—atau sekedar untuk mengoreksi analisis data. AI boleh sekali digunakan untuk membantu memahami perspektif lain, membaca tren, dan sejenisnya. Namun bilamana AI digunakan untuk mengarang karya dan memanipulasi data, kami rasa itu terlalu berlebihan.
Intinya, AI harus digunakan, tapi seorang peneliti harus sadar kapasitas apa saja yang boleh dan tidak boleh dikerjakan oleh AI.
Kita tentu tahu, pendidikan adalah topik penelitian yang mudah dimanipulasi. Maka dari itu, kampus harus mengambil peran besar. Universitas tidak boleh juga anti-AI. Tidak boleh juga malas untuk selalu melek terhadap perkembangan teknologi. Harus rajin-rajin diskusi untuk menentukan batas-batas bagaimana teknologi masuk dalam dunia pendidikan dan penelitian.
Memperbaiki Kualitas Penelitian Pendidikan
Kami bukanlah peneliti expert, bukan pula peneliti professional, namun izinkan kami memberikan sedikit saran terhadap fenomena AIED ini.
Idealnya, penelitian pendidikan dilakukan bukan untuk kepentingan individu, namun untuk kepentingan umum; sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri 4. Penelitian pendidikan memberikan wawasan, pertimbangan, dan arah masa depan terhadap subjek pendidikan, sehingga kualitas pendidikan diharapkan semakin meningkatkan di masa depan.
Namun bilamana penelitian pendidikan hanya dipandang sebagai tuntutan administratif atau tugas paksaan, maka hasil penelitian tersebut tidak mungkin bisa layak menjadi pondasi perkembangan kualitas pendidikan.
Untuk itu, orientasi penelitian pendidikan harus diubah dari kuantitas menjadi kualitas, beberapa pegangan pemikiran:
- Honestly harus dipandang di atas novelty;
- Penelitian tidak boleh result oriented, tapi harus process oriented;
- Penghargaan yang tinggi terhadap lisensi dan hak cipta karya;
- Mengurangi kalimat formalitas dalam karya dan memperbanyak bukti empiris;
- Bukan hanya cek plagiasi, tapi juga cek AI;
- Keterbukaan; mengizinkan penggunaan AI dengan dokumentasi percakapan;
- Penelitian yang sederhana tapi jelas berdampak nyata.
Bila tujuh hal di atas benar-benar dipegang seorang peneliti, kami yakin AI bukanlah masalah. AI hanya menjadi masalah bila seorang peneliti tidak memiliki integritas sebagai seorang researcher yang menomorsatukan kejujuran di atas yang lainnya.
Menurut hemat kami; dosen di kampus sekarang tidak boleh membombardir mahasiswa (sarjana terutama) untuk melakukan penelitian yang baru, baru, dan baru. Harus dipastikan dahulu mereka paham bahwa penelitian harus dilandaskan pada kejujuran.
Penelitian baru itu penting, namun penelitian jujur itu wajib.
Leading the Future Research Education

Bila membahas penelitian pendidikan, maka kampus harus betul-betul berperan. Kampus besar seperti Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang punya moto “Leading the Future Education”, tidak boleh terlihat tenang-tenang saja terhadap AIED. UNY harus benar-benar berani untuk memimpin (leading) penggunaan AI dalam penelitian pendidikan.
Sebagai seorang alumni, kami memiliki sedikit saran (tapi mungkin saja saran ini sudah diterapkan oleh UNY), antara lain:
- Menerbitkan aturan yang implementatif penggunaan AI kepada dosen dan mahasiswa
- Memasukkan AI ke dalam satu bagian kecil kurikulum metodologi penelitian
- Mengajarkan tujuh poin pegangan pemikiran yang kami sebutkan sebelumnya pada mahasiswa
- Meningkatkan daya baca mahasiswa terhadap buku nyata yang jauh dari distraksi gadget
- Membuat lembaga khusus yang fokus dalam pengembangan AI dari sisi regulasi, implementasi, dan deteksi
Akhir kata, kami harap UNY tidak hanya memimpin pendidikan masa depan, tapi juga memimpin penelitian pendidikan masa depan. Tidak hanya unggul, kreatif, dan inovatif, tapi juga berkelanjutan di atas pondasi kejujuran.
Catatan: Dalam artikel ini, AI yang kami maksud adalah Generative AI yang fokus pada sistem yang menghasilkan data baru berupa teks, gambar, video, atau suara. Contoh yang paling terkenal adalah ChatGPT dan Deepseek.
Artikel ini dibuat secara sadar dan penuh tanggungjawab untuk berbagi pandangan dalam ajang lomba blog yang diadakan oleh Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dalam rangka Dies Natalis UNY ke-61. Artikel ini fokus pada sub tema transformasi teknologi dalam pendidikan yang menyorot teknologi AI dan peran UNY dalam satu tri dharma perguruan tinggi yaitu penelitian. Terima kasih telah membaca!

Referensi
- Hwang, G., Xie, H., Wah, B. W., & Gašević, D. (2020). Vision, challenges, roles and research issues of Artificial Intelligence in Education. Computers and Education Artificial Intelligence, 1, Article 100001. https://doi.org/10.1016/j.caeai.2020.100001 ↩︎
- Wang, S., Wang, F., Zhu, Z., Wang, J., Tran, T., & Du, Z. (2024). Artificial intelligence in education: A systematic literature review. Expert Systems With Applications, 252, Article 124167. https://doi.org/10.1016/j.eswa.2024.124167 ↩︎
- Park, J. S., Zou, C. Q., Shaw, A., Hill, B. M., Cai, C., Morris, M. R., Willer, R., Liang, P., & Bernstein, M. S. (2024). Generative agent simulations of 1,000 people. arXiv (Cornell University). https://doi.org/10.48550/arxiv.2411.10109 ↩︎
- Creswell, J. W. (2016). Riset Pendidikan: Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Riset Kualitataif & Kuantitatif (4th ed.). Pustaka Belajar. ↩︎
Kalau aku kurang setuju sih, nggak masalah pake AI, yang penting kan ide itu dari kita. AI itu kan buat tulisan aja untuk kita. Dosen-dosenku juga melakukan hal itu. Mereka sebulan bisa ngasilin beberapa tulisan ilmiah, cuma modal ide doang.
Menarik opininya Mas Miftah. Banyak dosen yang melakukan itu sih memang akhir-akhir ini. Dengan bantuan AI, mereka menghasilkan karya yang jumlahnya sangat banyak. Bahkan nggak logis saking banyaknya. Terlepas dari itu semua, saya tetap mengembalikan hal ini ke ranah birokasi kampus sih. Di samping itu juga, kesadaran masing-masing individu yang meneliti sangat menentukan. Motivasi apa mereka meneliti menentukan cara mereka menyajikan penelitian.
Artikel yang menarik. Lain kali coba bahas hukum pake AI untuk analisis data mas.
Bisa mas Abdul, saya pernah juga kok bahas AI untuk analisis data. Link-nya ini: https://mashuda.id/cara-uji-normalitas-dengan-chat-gpt/. Ya belum sampai bahas hukum AI untuk analisis data sih. Kapan-kapan saja, hehehe…
Artikel yang bagus. Terima kasih atas ilmunya Mas Hud.
Setuju mas. Kampus harusnya lebih tegas sih dalam hal AI ini. Nggak cuman gembor-gembor saja AI, AI, dan AI. Tapi regulasi harus diterbitkan secara pasti sih. Karena udah nggak ada bedanya rasanya karya sendiri sama karya AI. Saya lihat temen-temen saya buat jurnal pake AI, dan diterima. Nggak tahu deh gimana kampus ke depannya ini.